Mahasiswa adalah bagian dari elemen demokrasi. Dalam catatan sejarah kebangsaan, mahasiswa tercatat sebagai komunitas gerakan yang mampu mendonghkrak dominasi kekuasaan atas kebebasan berfikir bangsanya. Ketika kita ingat atas peristiwa '66, maka tentunya disan akan secara gamblang terjelaskan tentang gerakan mahasiswa yang kecewa atas kepemimpinan Soekarno (meskipun hal itu masih kontroversial). Setidaknya dengan gemuruh gerakan mahasiswa, kran demokrasi semakin hari semakin terbuka lebar di negeri tercinta ini. pada dekade '70an mahasiswa melalui gerakan protesnya, mampu menyuarakan kritiknya atas kondisi perekonomian bangsa.
Namun sayangnya, dengan dinamika gerakan mahasiswa itulah pihak pemerintah semakin gerah. kegerahan pemerintah tentunya mengindikasikan adanya sistem yang otoriter. Dalam artian, ruang publik yang seharusnya terbuka dalam penerapan sistem demokrasi Indonesia, ditutup rapi melalui kebijakan Normalisasi kehidupan kampus (NKK/BKK). Hal itu tentu semakin menjadikan ibu pertiwi sedih, karena pancasila yang telah dibuat melalui cara-cara yang demokratis dan mengasilkan nilai-nilai demokrasi tidak diterapkan dalam sistem kenagaraan. Untungnya, di tahun '90an gerakan mahasiswa mulai menggemuruh kembali. Yang menadi puncak dari gerakan '90an tersebut dengan digulingkannya Presiden Soeharto di tahun 1998.
Reformasi akhirnya meletus dan kran demokrasi terbuka sebebas-bebasnya. Apalagi dengan ditetapkannya UU no 22 Tahun 1999 tentang otonomi daerah yang kemudian direvisi dengan UU 34 tahun 2003. Hal itu merupakan awalan dari masa transisi yang akan terus berkembang kearah yang lebih baik dari orde-orde sebelumnya.
Pertanyaanya, apakah apa yang menjadi cita-cita reformasi sudah mulai terlaksana? untuk menjawab pertanyaan tersebut tentu butuh refleksi panjang. Namun secara general kita bisa melihat dan merasakan bagaimana kebijakan pemerintah di berbagai macam sektor kebangsaan hari ini. Sebut saja di bidang ekonomi, dimana sistem perekonomian kita masih memberikan peluang bagi bangsa asing untuk menajah bangsa ini melalui kekayaan alamnya. Dimana, kekuatan ekonomi kita masih dalam dominasi bangsa lain. Artinya, sebagian kekayaan alam masih dibawah kendali bangsa lain, karena pemiliki modal adalah mereka yang memiliki uang. Sementara bangsa kita sering kali terkooptasi dalam memainkan ekonomi politik nasional.
Belum lagi angka kemiskinan dan pengangguran yang semakin bertambah, komersialisasi pendidikan yang semakin merajalela. Lalu, apa yang bisa kita harapkan atas kondisi tersebut. Tentunya, yang menjadi tugas terpenting kita adalah melakukan proses penyadaran yang massif guna memunculkan kesadaran kolektif. Sehingga ketika mahaiswa dan masyarakat ingin melakukan gerakan, maka gerakan tersebut akan menggemuruh pada titik dan tujuan yang satu, yaitu PERUBAHAN.
Namun sayangnya, dengan dinamika gerakan mahasiswa itulah pihak pemerintah semakin gerah. kegerahan pemerintah tentunya mengindikasikan adanya sistem yang otoriter. Dalam artian, ruang publik yang seharusnya terbuka dalam penerapan sistem demokrasi Indonesia, ditutup rapi melalui kebijakan Normalisasi kehidupan kampus (NKK/BKK). Hal itu tentu semakin menjadikan ibu pertiwi sedih, karena pancasila yang telah dibuat melalui cara-cara yang demokratis dan mengasilkan nilai-nilai demokrasi tidak diterapkan dalam sistem kenagaraan. Untungnya, di tahun '90an gerakan mahasiswa mulai menggemuruh kembali. Yang menadi puncak dari gerakan '90an tersebut dengan digulingkannya Presiden Soeharto di tahun 1998.
Reformasi akhirnya meletus dan kran demokrasi terbuka sebebas-bebasnya. Apalagi dengan ditetapkannya UU no 22 Tahun 1999 tentang otonomi daerah yang kemudian direvisi dengan UU 34 tahun 2003. Hal itu merupakan awalan dari masa transisi yang akan terus berkembang kearah yang lebih baik dari orde-orde sebelumnya.
Pertanyaanya, apakah apa yang menjadi cita-cita reformasi sudah mulai terlaksana? untuk menjawab pertanyaan tersebut tentu butuh refleksi panjang. Namun secara general kita bisa melihat dan merasakan bagaimana kebijakan pemerintah di berbagai macam sektor kebangsaan hari ini. Sebut saja di bidang ekonomi, dimana sistem perekonomian kita masih memberikan peluang bagi bangsa asing untuk menajah bangsa ini melalui kekayaan alamnya. Dimana, kekuatan ekonomi kita masih dalam dominasi bangsa lain. Artinya, sebagian kekayaan alam masih dibawah kendali bangsa lain, karena pemiliki modal adalah mereka yang memiliki uang. Sementara bangsa kita sering kali terkooptasi dalam memainkan ekonomi politik nasional.
Belum lagi angka kemiskinan dan pengangguran yang semakin bertambah, komersialisasi pendidikan yang semakin merajalela. Lalu, apa yang bisa kita harapkan atas kondisi tersebut. Tentunya, yang menjadi tugas terpenting kita adalah melakukan proses penyadaran yang massif guna memunculkan kesadaran kolektif. Sehingga ketika mahaiswa dan masyarakat ingin melakukan gerakan, maka gerakan tersebut akan menggemuruh pada titik dan tujuan yang satu, yaitu PERUBAHAN.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar